The Final Note

 

Alhamdulillah, sekian kisah dari perjalanan hidup saya menggeluti dunia pendidikan dengan segala asam manisnya tertuang dalam catatan Tantangan Menulis di Pebruari bersama PGRI dan YPTD. Pencapaian-pencapaian yang selama ini seakan hanya khayalan saya serta cita-cita yang mustahil untuk saya capai juga tertuang dalam tulisan ini.

Beberapa pelajaran yang dapat saya ambil dari kehidupan saya hingga detik ini diantaranya :

©  Jalani setiap profesi atau pekerjaan dengan niat hanya mengharap Ridho Allah SWT, karena dengan begitu kita akan legowo / ikhlas dengan segala kepahitan yang mungkin akan kita dapatkan.

©   Sekeras apapun usaha kita, jika Allah belum mengizinkan, maka tidak akan pernah kita dapatkan hasil dari usaha tersebut. Tetapi jika Allah sudah berkehendak, tanpa kita duga semuanya akan mengalir dengan mudahnya.

©  Segala kegagalan yang kita alami, jadikan sebagai bentuk ikhtiar kita yang mana suatu hari Allah akan memberikan kado terindah dari kuatnya ikhtiar kita tersebut.

    Junjung orantuamu, jadikan ia raja dan ratu, bahagiakan mereka, tidak akan habis harta kita jika untuk kebahagiaan orangtua, Insyaallah Allah akan memenuhi kebutuhan kita dan memudahkan segala hajat kita.

©   Allah tidak akan membebani suatu umat diluar kemampuannya. Kurangi mengeluh terhadap sesama, mengeluhlah hanya kepada Dzat Yang Maha Agung.

Perjalanan ini saya tulis sebagai pengingat saya akan kehidupan ini. Juga saya harap dapat menjadi salah satu inspirasi pembaca. Tidak ada unsur pamer jika dibeberapa catatan saya menceritakan tentang sesuatu hal yang mungkin berlebihan. Insyaallah memang catatan yang saya tulis berdasarkan apa yang saya alami selama ini. Perjalanan saya dari titik nol hingga menurut orang lain saat ini saya dianggap sebagai orang yang “berhasil”.

Catatan saya tulis dalam blog YPTD dari tanggal 1 Pebruari hingga saat ini 28 Pebruari. Juga dapat dilihat secara utuh dalam blog saya di https://atikpuspita.blogspot.com/.

Semoga apa yang saya tulis dapat memberikan manfaat bagi pembaca semua.

Wallahu a’lam bisshowwab.

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 28  Februari 2021

Luruskan Niat

 

Beradaptasi di tempat mengajar baru, dengan rekan baru, dan peserta didik baru adalah suatu tantangan tersendiri bagi saya. Masuk di sekolah negeri membangkitkan memori saya 6 tahun silam ketika saya masih menjadi sukuan di sekolah dasar negeri. Ya, saat ini saya sudah tidak mengajar di madrasah lagi, saya sudah mendapat tempat baru di sebuah sekolah dasar negeri yang berjarak kurang lebih 6 km dari rumah saya. Penilaian saya terhadap sekolah negeri dan guru yang berstatus pegawai negeri agak kurang baik. Seiring dengan kejadian dan pengalaman yang saya rasakan ketika menjadi sukuan.

Tapi rasa itu saya singkirkan jauh-jauh. Toh manusia itu tidak sama. Saya juga insyaallah tidak seperti yang dulu. Bismillah saja, seperti yang sudah-sudah.

Niat saya hanya satu, memberikan ilmu yang bermanfaat bagi anak-anak didik saya, menanamkan karakter yang baik pada mereka, agar mereka dapat menjadi anak yang sholih dan sholihah.

Ketika SK CPNS saya turun, saya mengajukan pengunduran diri dari madrasah. Sungguh momen yang tidak akan terlupa, sedih dan sedih. Saya harus meninggalkan rekan-rekan yang sudah sejalan visi dan misinya, rekan yang selalu ingin maju, rekan yang selalu mencari terobosan-terobosan untuk dunia pendidikan. Saya harus meninggalkan anak didik saya yang selama ini banyak memberikan pengalaman hidup bagi saya. Yang bagi mereka saya adalah sosok “jahat” namun “menyenangkan”. Tangis yang tidak dapat dihindari ketika saya sampaikan jika saya sudah tidak dapat mnemani mereka di kelas, saya sudah tidak bisa “memarahi” kalian, sudah tidak bisa makan bersama, bermain tebak berhadia, menciptakan lagu-lagu dari materi yang harus dihafal, dan banyak lagi kenangan dengan anak-anak didik saya.

Walaupun madrasah masih membuka tangan dan pintu selebar-lebarnya jika saya ingin sharing dan silaturrahim, bertemu anak-anak, tetapi rasa kehilangan itu sangat besar. Madrasah tempat saya belajar banyak hal akan dunia pendidikan dan kehidupan. Silaturrahim tidak akan saya putus sampai kapanpun, insyaallah. Begitu niat saya dalam hati.

Dimanapun tempatnya, selalu ada vitamin negative, juga ada katalis positif. Luruskan niat dan selalu tanamkan dalam hati jika mendidik adalah ibadah. Jika ibadah balasannya adalah surga. Jika menginginkan surga, maka banyak sekali ujian dan cobaan yang menempa. Ikhtiar dan tawakal saja pada Allah, insyallah dimudahkan. Aamiin.

 

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 27  Februari 2021

Terimakasih Tuhan

 

Satu per satu Tuhan menjawab doa-doa saya. Satu per satu pun Tuhan memnuhi apa yang saya harapkan selama ini. Memang Tuhan maha tahu apa yang kita butuhkan dan kapan harus menerimanya. Berdoa saja setiap hari, lakukan kebaikan-kebaikan sederhana, jalani saja kewajiban kita, serahkan sisanya pada Allah. Itu prinsip yang selalu saya dan suami tanamkan dalam menjalani hidup.

Ketika saya menggebu-gebu mendaftar PNS di berbagai tempat demi mewujudkan impian kedua orangtua saya, ketika Tuhan belum berkehendak, sekuat apapun upaya kita tiadalah hasil.

Pun demikian akan keinginan kami memiliki tempat berteduh sendiri. Kami hanya berhayal, uang dari mana untuk bisa membangun rumah walaupun hanya sepetak. Mungkin tuhan belum mengabulkan dan mengijabah keinginan mempunyai rumah karena Tuhan masih menaruh kepercayaan pada kami untuk merawat orangtua dan adik-adik yang masih sekolah. Itu saja kesimpulan dalam fikiran kami.

Tapi doa itu pun terjawab disaat yang tidak disangka. Entah mengapa suami mengutarakan keinginanya untuk memondasi dulu dengan sisa tabungan yang ada. Saya pesimis, bagaimana jika untuk meneruskannya harus nunggu bertahun-tahun. Untuk memiliki tabungan yang hanya beberapa saja butuh waktu hampir 9 tahun. Tapi suami sangat bersikukuh, katanya kita bismillah saja, selama ini kita juga Cuma berbekal bismillah, selanjutnya biar Allah yang atur. Saya sebagai istri hanya bisa berdoa dan mendukung apa yang diinginkannya. Toh jika tidak dimulai, kapan lagi. Kami memang sangat yakin dengan kekuatan bismillah. Sangat yakin bahwa Allah itu Maha Kaya dan Maha Pengasih.

Kami putuskan memondasi di sepetak tanah pemberian orangtua. Disaat saya harus berangkat mengikuti pelatihan Dasar CPNS di Watu Kosek Mojokerto. Pondasi pertama pun dimulai.

Dan sekali lagi, kekuatan Tuhan itu nyata. Entah bagaimana banyak sekali rezeki berupa rupiah yang kami terima dari hal-hal yang tidak kami duga. Dan Alhamdulillah, gubug kecil tempat kami berteduh pun berdiri tepat setelah saya menerima SK CPNS saya.

Tuhan memang lebih tahu apa yang kita butuhkan di waktu yang tepat. Wallahu a’lam.

 

 

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 26  Februari 2021

Mendapatkan Ketika Tidak Mengharapkan

 

Seleksi penerimaan CPNS yang saya ikuti Alhamdulillah berjalan mulus. Sertifikat pendidik yang saya miliki pun diakui, sehingga nilai tes SKB saya otomatis ternilai sempurna, walaupun nilai SKB saya sendiri juga cukup bagus menurut saya. System penerimaan yang menggugurkan peserta lain dalam satu tempat formasi jika salah satu pesertanya menembus passing grade akhirnya membuat saya menggugurkan ke-19 pendaftar lain di sekolah yang saya pilih. Yang mana 19 orang tersebut baru saya ketahui setelah suami saya memilah satu per satu peserta dalam satu formasi di tempat yang saya pilih. Saya pun menjadi peserta tunggal di sekolah tersebut.

Memang sangat diluar dugaan. Selama ini saya menganggap diterima sebagai PNS / ASN adalah hal yang mustahil. Karena sejak SMA saya sudah mencoba hampir 11 kali di berbagai lembaga kepemerintahan.

Kemudahan – kemudahan yang saya alami ini saya anggap jawaban Allah atas keihklasan saya dan suami dalam menjalani kehidupan ini. Saya dan suami berusaha untuk tidak mengeluh atas kehidupan. Tidak mengeluh atas beban dan persoalan. Tidak mengeluh akan tanggung jawab atas keluarga yang harus kami pikul. Berusaha semaksimal mungkin agar orangtua selalu bahagia. Biarlah kita yang mengalah, namun keluarga bisa bahagia.

Tak sedikit rekan-rekan dan tetangga menanyakan berapa biaya yang saya keluarkan untuk dapat diterima sebagai ASN. Padahal seleksi kali ini benar-benar tidak dipungut biaya dan insyaallah pula tidak ada kecurangan. Karena semua ditampilkan secara online dan realtime.

Ada satu yang unik perkataan teman saya, “ lah sampean nyogoknya banyak dek “, kata teman saya.

“ Astaghfirulloh, nyogok siapa?, berapa ?, demi Allah murni buk”, bantah saya pada teman saya tersebut.

“ nyogok pengeran ( Allah ), sampean mau tes lah memberangkatkan umroh orangtua sampean “, jawab teman saya lagi.

“ Astaghfirulloh ibu, demi Allah saya ikhlas memberangkatkan orangtua saya murni tidak ada maksud apapun”, hingga saya bersumpah atas nama Allah. Astaghfirullah haladziim.

Perkataan orang lain yang demikian tidak saya masukkan ke dalam hati. Biarlah orang lain menilai apa.

Tapi yang saya yakini, jika kita ihklas membahagiakan kedua orangtua kita ( ayah, ibu, dan mertua ), maka Allah akan menata sendiri kehidupan kita.

Saya diterima sebagai ASN ketika saya sudah tidak mengharapkannya.

 

 

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 25  Februari 2021

Tes kedua

 

Setelah mengikuti tes pertama CPNS, selang beberapa waktu keluar pengumuman dari BKD mengenai peserta yang memiliki sertifikat pendidik (serdik). Saya telah memeiliki serdik dari tahun 2015. Akan tetapi, serdik saya menerangkan sebagai guru kelas MI. Berbekal bismillah, dengan diantar suami mengumpulkan serdik ke BKD untuk dilakukan verivikasi dan validasi. Sebenarnya ada cemas juga, formasi yang saya pilih adalah guru kelas SD, sedangkan serdik saya berbunyi guru kelas MI. Akan tetapi, semua saya pasrahkan sama Tuhan.

Kurang lebih dua minggu setelah pengumpulan serdik, keluar lagi pengumuman mengenai pelaksanaan seleksi kedua. Seleksi Kompetensi Bidang ( SKB ). SKB ini akan bernilai sempurna jika serdik yang dimiliki peserta sudah tervalidasi oleh instansi terkait ( Kemendikbud, Dikti, dan Kemenag ). Akan tetapi kevalidan serdik tidak diumumkan, jadi saya mengikuti seleksi SKB dengan sedikit beban. Mungkin karena sudah melangkah cukup jauh, andaikan serdik saya valid, maka otomatis nilai SKB saya sempurna, wallahu a’lam. Diawal seleksi, SKD, saya menyelesaikannya dengan santai. Artinya lolos sukur tidak juga tak masalah.

Waktu dua jam pengerjaan SKB secara CAT pun sudah terlampaui. Cukup sulit memang soal yang diujikan, beda jauh dengan soal SKD. Nilai hasil pengerjaan peserta juga ditampilkan di layar besar di halaman Kanreg II BKN. Semua pengantar memantau hasil tes keluarga, saudara, teman, atau bisa juga rival mereka. Nilai yang ditampilkan pun dirangking dari yang tertinggi.

Dua menit terakhir saya tekan tombol selesai di layar monitor. Kemudian saya tinggalkan ruang dingin tersebut dengan perasaan lega. Berapapun dan apapun hasilnya akan saya terima. Karena sudah terbiasa gagal dalam tes semacam ini, saya pun sedikit menata hati untuk tidak terlalu “berharap”.

Ketika menuju halaman kanreg II BKN, suami saya sudah menyambut dengan senyum khasnya. Ah.. apa juga artinya. Nilaiku cukup baik atau cukup hancur ? hehehehe.

Suami memberi selamat, minimal dalam satu gelombang tes saya tersebut, saya menempati posisi 12 dengan nilai 275. Suami saya bercerita jika tadi sempat berada di posisi 5 dengan nilai 280, namun dimenit akhir berubah ke 275. Saya memang melakukan perubahan pada beberapa jawaban saya. Tapi sudahlah, saya hanya tinggal berdoa dan menunggu hasil.

 

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 24  Februari 2021

 

Ridho Orangtua (2)

 

Dan proses pendaftaran pun dilakukan tanpa hambatan berarti. Login dapat saya lakukan dengan mudah, isi data dan cetak kartu pendaftaran. Semua terselesaikan dengan lancar. Tinggal menunggu jadwal tes pertama saja, tes kemampuan dasar.

Sambil menunggu, saya fokus lagi pada persiapan keberangkatan orangtua kami. hingga tiba waktunya untuk mereka berangkat, kami antar hingga bandara, tangis haru keempat orangtua kami pun tak terbendung. Suami menitipkan kepada muthowwif  ( Alm. Ustadz Misbah dari Persada Travel dan Umroh hajj, Lahul faatihah ), meminta bimbingan dan pengawasan. Keempat orangtua kami sudah lansia, usia diatas 68 tahun, kecuali ibu saya.

Dua hari dari keberangkatan orangtua kami, jadwal mengikuti tes CPNS pertama pun sudah keluar. Malam hari, sekitar pukul 24.00 WIB, artinya waktu di tanah suci sekitar pukul 20.00. Berdasarkan jadwal yang diberikan travel umroh, artinya sudah selesai makan malam. Saya menelpon mereka ( saya memberikan 1 ponsel pada ibu saya saja karena yang lebih mengerti, ayah saya yang terkena stroke ringan juga bermasalah di tangannya ), saya mengabari jika besok pagi saya akan melaksanakan tes pertama CPNS. Saya minta doa agar dilancarkan, lagi-lagi tangis mereka pecah ketika menjawab telepon  saya. “ ibu doakan supaya lancar hingga diterima, mak na juga doakan.. nanti tak sampaikan ke bapak untuk mendoakan juga, semoga doa ibu dan bapak diijabah ditanah suci ini…”, (mak na adalah panggilan saya ke ibu mertua saya) , demikian kira-kira yang diucapkan ibu saya dalam telpon kami.

Pagi harinya, setelah sholat subuh, anak-anak saya titipkan ke bulek saya. Saya berangkat diantar suami dengan niat bismillahitawakaltu. Bismillah dan sholawat tidak pernah saya putus dari mulut saya, berharap mendapat kemudahan. Jika Allah meridloi, ini kesempatan terakhir saya mewujudkan keinginan orangtua saya dulu. Jika Allah meridloi, insyaallah akan menjadi berita gembira dan kebanggaan bagi orangtua kami.

Selama 2 jam saya mengikuti serangkaian tes yang dilakukan dengan system CAT. Tes meliputi 3 kemampuan yaitu tes wawasan kebangsaan (TWK), tes intelegensia umum (TIU), dan tes karakteristik kepribadian (TKP). Masing-masing tes mempunyai ambang batas minimum yang harus dicapai. 143 untuk TKP, 80 untuk TIU, dan 75 untuk TWK.

Dan Alhamdulillah, setelah tombol selesai saya tekan, nilai yang terpampang dilayar adalah 120 untuk TWK, 90 untuk TIU, dan 152 untuk TKP. Artinya saya lolos secara passing grade di tes kemampuan dasar. Satu langkah sudah terlewati dengan lancar.

Namun saya masih tidak terlalu berharap lebih apakah nanti saya akan diterima, kawatir kecewa dikemudian hari seperti beberpa tahun silam. Dulu setiap tes saya selalu otimis masuk, tetapi nyatanya nihil. Saat ini, walaupun secara nilai saya lolos, tetapi mencoba menata hati untuk bersikap biasa. Tetap bersyukur Alhamdulillah, hanya itu.

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 23 Februari 2021

Ridho Orangtua (1)

 

Entah mengapa dengan bertambahnya usia, dengan pengalaman beberapa tahun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan adanya anak, membuat saya dan suami semakin merenung tentang peran orangtua. Merenung ketika menghadapi anak yang rewel, minta ini itu sedangkan kita belum punya uang. Apapun caranya akan kita usahakan, walaupun itu jatah uang untuk belanja sehari-hari. Merenung ketika anak sakit, betapa hati ini ikut menangis, seandainya bisa, biar saya saja yang gantikan. Begadang dua malam dan hanya tidur tidak lebih dari satu jam.

Dengan mengalaminya sendiri, betapa sengsara sesungguhnya orangtua kita dulu. Anak yang tidak sedikit dan kebutuhan yang sangat banyak dalam keterbatasan ekonomi. Namun mereka ihlas tanpa mengeluh tetap merawat kita. Masih teringat betapa mereka terlihat kurus ketika anak-anaknya masih kecil, masih membutuhkan banyak biaya, tenaga dan fikiran untuk membesarkan mereka. Ya, saya lima bersaudara, dan suami enam bersaudara.

Saya dan suami mencoba memahami, mungkin keberadaan kami yang masih harus ikut orangtua, yang belum bisa memiliki tempat tinggal sendiri adalah bagian dari skenario Tuhan YME. Skenarionya akan kesanggupan kita untuk ikut menanggung beban mereka, menggantikan peran mereka. Tuhan masih mempercayakan kepada kami untuk merawat orangtua. Bagaimanapun juga, mereka adalah ladang pahala bagi kami, insyaallah jika ihlas akan menjadi pembuka pintu jannahNya bagi kami.

Ridlo Allah terletak pada ridlo kedua orantua dan murka Allah terletak pada murka kedua orangtua.

Mungkin orangtua kami meridloi dan Tuhan pun menjawab doa-doa kami. Ditahun 2018, atas izin Allah, keempat orangtua kami bisa melaksanakan ibadah umroh. Sungguh momen yang tidak mereka sangka. Menjadi tamu Allah bagi mereka adalah harapan semu. Uang dari mana dengan kehidupan yang pas-pasan.

Saya dan suami menyiapkan semua kebutuhan keberangkatan mereka berempat. Dari pakaian, administrasi, paspor, hingga segala kebutuhan terkecil pun, packing koper pun kami siapkan. Mengapa? Karena dikeluarga kami belum ada yang pernah berangkat ke tanah suci. Tidak ada pengalaman untuk persiapan kesana.

Ditahun itu juga, ada pembukaan seleksi CPNS. Antara ikut atau tidak saya ragu. Ditengah ruwetnya menyiapkan keberangkatan keempat orang tua kami, apa saya juga harus menyiapkan kelengkapan berkas pendaftaran CPNS ?.

Suami saya pun memberikan semangat dan pengertian kepada saya, toh daftarnya hanya mengisi identitas di laman SSCN, belum ada berkas yang disiapkan. Bismillah saja, semoga ada kemudahan. Toh usia saya saat itu berada diambang batas usia yang diperbolehkan daftar, 34 tahun 11 bulan. Mengapa tidak mencoba peruntungan terakhir. Demikian semangat dari suami saya.

Dan … (bersambung ke catatan berikutnya ya.. )

 

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 22 Februari 2021

The Final Note

  Alhamdulillah, sekian kisah dari perjalanan hidup saya menggeluti dunia pendidikan dengan segala asam manisnya tertuang dalam catatan Tant...