Ridho Orangtua (1)

 

Entah mengapa dengan bertambahnya usia, dengan pengalaman beberapa tahun menjalani kehidupan rumah tangga, dengan adanya anak, membuat saya dan suami semakin merenung tentang peran orangtua. Merenung ketika menghadapi anak yang rewel, minta ini itu sedangkan kita belum punya uang. Apapun caranya akan kita usahakan, walaupun itu jatah uang untuk belanja sehari-hari. Merenung ketika anak sakit, betapa hati ini ikut menangis, seandainya bisa, biar saya saja yang gantikan. Begadang dua malam dan hanya tidur tidak lebih dari satu jam.

Dengan mengalaminya sendiri, betapa sengsara sesungguhnya orangtua kita dulu. Anak yang tidak sedikit dan kebutuhan yang sangat banyak dalam keterbatasan ekonomi. Namun mereka ihlas tanpa mengeluh tetap merawat kita. Masih teringat betapa mereka terlihat kurus ketika anak-anaknya masih kecil, masih membutuhkan banyak biaya, tenaga dan fikiran untuk membesarkan mereka. Ya, saya lima bersaudara, dan suami enam bersaudara.

Saya dan suami mencoba memahami, mungkin keberadaan kami yang masih harus ikut orangtua, yang belum bisa memiliki tempat tinggal sendiri adalah bagian dari skenario Tuhan YME. Skenarionya akan kesanggupan kita untuk ikut menanggung beban mereka, menggantikan peran mereka. Tuhan masih mempercayakan kepada kami untuk merawat orangtua. Bagaimanapun juga, mereka adalah ladang pahala bagi kami, insyaallah jika ihlas akan menjadi pembuka pintu jannahNya bagi kami.

Ridlo Allah terletak pada ridlo kedua orantua dan murka Allah terletak pada murka kedua orangtua.

Mungkin orangtua kami meridloi dan Tuhan pun menjawab doa-doa kami. Ditahun 2018, atas izin Allah, keempat orangtua kami bisa melaksanakan ibadah umroh. Sungguh momen yang tidak mereka sangka. Menjadi tamu Allah bagi mereka adalah harapan semu. Uang dari mana dengan kehidupan yang pas-pasan.

Saya dan suami menyiapkan semua kebutuhan keberangkatan mereka berempat. Dari pakaian, administrasi, paspor, hingga segala kebutuhan terkecil pun, packing koper pun kami siapkan. Mengapa? Karena dikeluarga kami belum ada yang pernah berangkat ke tanah suci. Tidak ada pengalaman untuk persiapan kesana.

Ditahun itu juga, ada pembukaan seleksi CPNS. Antara ikut atau tidak saya ragu. Ditengah ruwetnya menyiapkan keberangkatan keempat orang tua kami, apa saya juga harus menyiapkan kelengkapan berkas pendaftaran CPNS ?.

Suami saya pun memberikan semangat dan pengertian kepada saya, toh daftarnya hanya mengisi identitas di laman SSCN, belum ada berkas yang disiapkan. Bismillah saja, semoga ada kemudahan. Toh usia saya saat itu berada diambang batas usia yang diperbolehkan daftar, 34 tahun 11 bulan. Mengapa tidak mencoba peruntungan terakhir. Demikian semangat dari suami saya.

Dan … (bersambung ke catatan berikutnya ya.. )

 

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 22 Februari 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Final Note

  Alhamdulillah, sekian kisah dari perjalanan hidup saya menggeluti dunia pendidikan dengan segala asam manisnya tertuang dalam catatan Tant...