Pada akhirnya saya bisa fokus mengajar di satu tempat saja. Madrasah sebagai pihan saya mengabdi, berusaha mendidik anak-anak negeri, untuk memiliki budi pekerti yang tinggi, berakhlak dan berwawasan luas.
Walaupun dengan gaji
yang tidak seberapa, tapi entah saya merasa cukup dengan apa yang ada. Saya hanya
ingin ilmu yang saya berikan pada anak didik saya menjadi ilmu yang bermanfaat.
Suami selalu
mengingatkan kepada saya, mengajar itu jika tidak dapat didunianya, berharap
dapat akhiratnya. Yang kira-kira maksudnya walau mengajar memperoleh gaji
sedikit, gaji kecil, ihlas saja, terus optimal mendidik anak-anak, insyaallah
akan diganti dengan kecukupan dan keberkahan, kemudahan-kemudahan, bahkan
rezeki dari arah yang tak diduga, pokoknya ihlas saja.
Pernah juga mendengar
wejangan dari pengurus yayasan sewaktu masih di SMK, abah Ma’mun, yang selalu saya ingat dari ucapan beliau
kira-kira begini “ jika mau mencari uang, jangan jadi guru, karena guru itu
tidak ada uangnya. Tapi jika cari keberkahan, berlimpah disini, asalkan ihlas”.
Dua pernyataan yang
selalu terngiang hingga sekarang. Yang selalu saya tekankan ketika ada
permasalahan-permasalahan di sekolah.
Suami pernah bercerita,
tetangganya di desa tempat ia tinggal adalah seorang guru madrasah dan guru
ngaji di masjid, ya.. hanya sebagai guru saja, tidak ada profesi lain. Namun anak-anaknya
dapat bersekolah hingga di perguruan tinggi, bahkan di salahsatu perguruan
tinggi favorit di Surabaya. setelah lulus pun, anak-anak dari tetangga suami
saya tersebut dengan mudahnya diterima sebagai pegawai negeri sipil di instansi
kedinasan.
Tak hanya itu, abah Ma’mun,
pengurus yayasan SMK yang saya tempati dulu, juga bercerita hampir sama. Beliau
hanya seorang guru madrasah dan guru ngaji di mushollah, tetapi Alhamdulillah anak-anak
beliau juga dapat bersekolah hingga perguruan tinggi, juga di perguruan tinggi
negeri.
ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 11 Februari 2021