Mengasa Kompetensi Pedagogik (Guru)

Dari tahun ke tahun saya jalani kegiatan saya mendidik anak-anak di madrasah dan di rumah. Dengan pahit, asam, manis pengalaman mengajar, menempa kepribadian saya sebagai pendidik dan ibu rumah tangga.

Kompetensi saya sebagai guru pun mulai terasa. Pedagogik saya terasa seiring dengan proses perkuliahan saya di PGSD. Materi-materi di buku modul pembelajaran berusaha saya pahami. Saya pun melakukan sharing aplikasi teori-teori tersebut dengan tutor di kelas perkuliahan. Saya juga sharing dengan rekan kerja seprofesi. Sering pula saya meminta pendapat suami serta orang-orang sekitar untuk melihat dari sudut pandang mereka.

Salah satu wujud loyalitas dan usaha saya meningkatkan profesionalitas sebagai guru, saya tidak pernah malu bertanya, tak pula segan berbagi. Bersama rekan satu madrasah, saya mencoba menawarkan ide-ide untuk pengembangan peserta didik di sekolah dan kemajuan madrasah secara umum. Karena bagaimanapun juga, kuantitas di sekolah swasta dibutuhkan untuk memenuhi rasio standar yang ditetapkan Kemenag. Namun kuantitas juga harus diiringi dengan kualitas. Maka dari itu, ide-ide yang sekiranya dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas peserta didik dan sekolah.

Diantaranay, penggunaan media belajar yang selama ini kurang diterapkan di madrasah, berusaha saya gunakan. Entah itu dari bahan sederhana, melalui percobaan, menggunakan proyektor untuk menyajikan gambar dan peristiwa, kesemuanya saya lakukan semaksimal mungkin. “enak ya pakai proyektor, lebih jelas menenrangkan ke anak-anak”, begitu respon rekan yang lain. Ketika itu, sekitar tahun 2011 memang saya sudah mempunyai laptop. Saya sengaja nekat kredit laptop untuk menunjang pekerjaan saya sebagai tenaga administrasi di SD waktu itu. Juga untuk browsing seputar dunia pendidikan. Madrasah hanya mempunyai satu PC, itu pun digunakan bergantian. Rekan-rekan guru juga belum mempunyai laptop.

Disamping itu, dalam pengembangan kurikulum, saya menawarkan pembiasaan yang diterapkan di awal dan akhir pelajaran. Misalnya pembacaan doa bersama atau surat pendek. Hal ini direspon positif rekan-rekan di madrasah. Lebih dari itu, kepala madrasah berharap lebih, tidak hanya pembacaan doa bersama, namun selain doa bersama, juga dibacakan juga pancasila, dan surat pendek. Ketika sudah dikelas, diadakan pembacaan surat Yasin yang dipimpin dari ruang guru. Setelahnya kemudian dibaca surat pendek di masing-masing kelas sesuai target kelas tersebut.

Lebih dari itu, pengembangan pembiasaan pun berlanjut dengan melakukan sholat Dhuhah berjamaah sebelum semua pembiasaan diatas dilakukan.

Apakah tidak terlalu memakan waktu di awal pelajaran ? tentu tidak. Anak-anak ketika itu masuk pukul 06.30 WIB. Sholat duhah dilaksanakan kurang lebih 15 menit. Pukul 06.45 WIB, anak-anak sudah berbaris didepan kelas masing-masing. Pukul 06.50 WIB semua sudah masuk di kelas untuk membaca surat Yasin bersama. Pukul 07.10 WIB, dimulai pembacaan surat pendek sesuai kelas masing-masing. Saya rasa pembacaan surat Al Quran tersebut merupakan bagian dai literasi.

Dan Alhamdulillah, kegiatan tersebut masih berjalan hingga saat ini. Anak-anak sudah terbiasa dengan pembiasaan yang ada. Hal ini menjadi nilai tambah tersendiri bagi kemajuan madrasah tempat pertama kali saya mengenal dunia keguruan.

ditulis oleh : atik puspita
Gresik, 13 Februari 2021

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

The Final Note

  Alhamdulillah, sekian kisah dari perjalanan hidup saya menggeluti dunia pendidikan dengan segala asam manisnya tertuang dalam catatan Tant...